Corona Cambuk Dunia Pendidikan

by Apr 20, 2020Opini, Pendidikan

Sudah hampir 1 bulan, Work From Home dan sudah mulai bosan melanda bahkan sampai amnesia #eeh insomnia padahal sudah di selingi dengan berbagai alternatif aktifitas yang telah di anjurkan dan aneh nya kok kayak semakin capek aja yaak … 😛 . Saya kurang tahu bagaimana pengalaman temen – temen sekalian selama Work From Home (WFH), apakah makin happy atau mengalami kebosanan yang seperti saya alami, hehe 🙂 silahkan share pengalaman temen – temen di kolom comment ya . Namun buat temen – temen yang biasa dengan remote office mungkin sudah tidak ada masalah ya,.. Sudah terbiasa banget dengan hal ini.

Begitu beragam akibat yang ditimbulkan mulai dari para pengusaha sampai dengan pada driver ojek online. Dari mulai orderan turun drastis untuk penumpang, sampai dengan para pengusaha yang terpaksa harus memotong berbagai hal agar bisa memenuhi kewajibannya dalam menggaji serta membayar THR karyawan.
Respon pun bermacam – macam ketika muncul anjuran yang biasanya tidak di lakukan secara gencar seperti cuci tangan secara lebih sering, menggunakan masker, sampai dengan larangan untuk berkerumun atau mengumpulkan masa dengan jaga jarak nya. Ada yang menganggap terlalu berlebihan lah, ada yang menganggap ya sudah karena sudah aturan dari pemerintah, ada pula yang menganggap hal itu hal yang biasa, karena mereka sudah biasa menggunakan masker kalau keluar rumah dan berkendara, sudah bisa mencuci tangan, dan mungkin sampai tidak begitu suka dengan keramaian.

Nah salah satu yang berimbas adalah bidang pendidikan dengan jumlah sekolah menurut waktu penyelenggaraan tiap propinsi sejumlah 214.409 baik swasta maupun negeri dari mulai SD sampai dengan SMA atau SMK (menurut data statistik kemendikbud ) dan belum termasuk dengan Sekolah Kelompok Bermain (PAUD), maupun Taman Kanak – Kanak serta Sekolah Luar Biasa .. semoga tidak salah baca data hehehe #oops. Dan saya percaya bawah masing – masing sekolah memiliki kemampuan dan kepentingan yang beragam,
Kira – kira apa saja ya hal – hal yang muncul ketika di berlakukannya #stayathome #belajardirumah dan #dirumahaja. Mari kita coba bahas satu persatu apa saja yang terjadi ketika akhirnya sekolah di “liburkan” atau di “paksa” untuk belajar di rumah.
214.409 baik swasta maupun negeri dari mulai SD sampai dengan SMA atau SMK (menurut data statistik kemendikbud ) dan belum termasuk dengan Sekolah Kelompok Bermain (PAUD), maupun Taman Kanak – Kanak serta Sekolah Luar Biasa

Kita mulai dari Respon Sekolah ,..

  1. Mungkin … mungkin lho ya .. ada beberapa sekolah yang merespon dengan “ ya sudah…diserahkan belajarnya ke orang tua “ dengan pesan ke orang tua atau ke siswanya, “ jangan kemana mana .. dirumah saja , belajar sendiri dulu ya.. Nah kalau ndak jelas, silahkan kirim pesan ke kami melalu whatsapp atau sms atau bahkan telpon” . selesai
  2. Kepala sekolah dengan dewan guru bahkan mungkin beserta yayasan berkumpul untuk menyusun rencana untuk paling tidak mengganti belajar di kelas dengan belajar secara online sehingga orang tua tidak terlalu memikirkan selama belajar di rumah anak nanti akan di kasih pelajaran apa, sehingga orang tua tidak perlu memikirkan bagaimana cara memberikan latihan soal dan sebagainya.

Point pertama jelas, sekolah tidak akan melakukan apapun kecuali menunggu dari siswa untuk menanyakan pelajaran yang mungkin mengalami kesulitan sehingga bisa di katakan bahwa sekolah tersebut “PASIF” atau tidak PROAKTIF. Kalau ada pertanyaan ya di jawab, kalau tidak ada pertanyaan ya sudah diamkan saja. Dan apakah ada persiapan untuk hal tersebut… hmmm nyaris tidak ada.. Nyaris lho ya .. bukan tidak ada sama sekali,.. Energi yang di butuhkan juga nyaris tidak ada … nyaris tidak ada lho ya .. bukan tidak ada sama sekali..Menyempatkan waktu.. nah kalau ini pasti.. Kalau ada siswa yang menanyakan #eeh

Point kedua ini, sekolah mengambil sikap lebih AKTIF atau lebih PROAKTIF karena menyadari bahwa sebenarnya rencana pembelajaran sudah di buat di awal tahun ajaran dan hak setiap siswa untuk mendapatkan pelajaran dari sekolah dan sebuah tanggung jawab sekolah serta guru untuk memberikan pelajaran tersebut ke siswa.
Kira – kira apa saja ya yang perlu disiapkan sekolah untuk migrasi (sementara) pembelajaran secara offline (tatap muka) ke pembelajaran secara online ?

Mari kita menduga – duga hehehe … (semoga tidak sesulit apa yang saya bayangkan )

  1. Mencari aplikasi yang cocok untuk melakukan dapat bertatap muka dengan siswa nya. Sepertinya pilihannya banyak di dunia online dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya ( ndak usah di bahas di sini yaak … buanyak sob.. ) sebut saja zoom , google hangout , google meet , google duo, skype, sisco webex, lifesize, youtube life dan microsoft teams atau malah whatsapp video call serta mungkin ada aplikasi – aplikasi lain nya yang bisa melakukan teleconference… Nah memilih ini saja mungkin udah membutuhkan energi.. Karena beberapa aplikasi hanya terbatas dengan jumlah peserta nya atau bahkan hanya bisa satu arah dalam video tapi masih bisa chat.. Detail searching ya sob .. keywordnya jelas kan hehehe.
  2. Mencari platform sharing materi pembelajaran. Ada alternatif juga untuk yang satu ini, memutuskan untuk semi membuat sendiri dengan frame work (platform) dasar yang sudah disediakan dengan platform LMS (Learning Management System) atau menggunakan platform yang sudah di sediakan juga seperti google classroom, bahkan zoom dan google meet pun sudah ada fitur untuk sharing materi pembelajaran nya.
Oooohhhh my GOD perlu ya disiapin juga cara menggunakan platformnya ?? iya dong .. namun sepertinya akan menjadi tantangan terbesar adalah apakah para pengajar memiliki ketrampilan yang sama apabila memberikan pelajaran secara online… hmm ok.. Lanjutkan ya pak guru dan bu guru.

Dua hal di atas aja sudah membutuhkan waktu dan energi untuk memutuskan platform apa yang akan di pakai, apakah sesuai dengan di harapkan, bagaimana dengan anak apakah nanti akan mudah untuk di ajarkan dengan singkat, bagaimana dengan orang tua .. karena secara tidak langsung untuk anak SD atau bahkan TK, orang tua bisa jadi ikutan pembelajaran.
Berarti ada point di mana sekolah mengumumkan ke orang tua dan anak bahwa platform ini yang akan di gunakan dan cara penggunaan nya seperti ini … trussss ngajarin penggunaanya bagaimana ya sob… Oooohhhh my GOD perlu ya disiapin juga cara menggunakan platformnya ?? iya dong .. namun sepertinya akan menjadi tantangan terbesar adalah apakah para pengajar memiliki ketrampilan yang sama apabila memberikan pelajaran secara online… hmm ok.. Lanjutkan ya pak guru dan bu guru.
OK .. next point ketiga
  1. Migrasi materi yang sebenarnya di siapkan offline menjadi materi yang bisa dengan lebih mudah di pahami apabila online. Bahkan bisa jadi menggeser target belajarnya juga sob , bisa jadi grade penguasaannya juga akan sedikit di turunkan. Bagaimana dengan alat peraga? Kalau misalnya ada praktikum .. guru juga harus memikirkan neh.. Adakah alat peraga yang bisa di dapatkan secara virtual ? dengan model games mungkin.. Atau guru harus memikirkan pengganti alat peraga yang harus di siapkan siswa atau orang tua.
    Ini termasuk dengan test nya juga perlu di pikirkan,.. Online testnya mau pake tools apa ya? Google form.. Free tuuh, bisa kayaknya , namun tetep ngoreksi kan ya benar atau salahnya.. Ada lagi typeform, kemudian quizizz, kahoot dan alat test lain yang bisa di develop oleh guru.. Nah kan jadi tahu banyak tools online. Hehehe 😀
  2. Perlu ada jadwal pertemuan online.. Heh .. kenapa harus menyusun jadwal siih ? bukan kah sudah terjadwal ya .. tinggal menggantikan masalah offline menjadi online kan ya,.. Mungkin untuk beberapa sekolah jadwal ya sudah sama seperti yang offline, 8 jam pelajaran di depan komputer, laptop atau HP. Namun bisa jadi ada sekolah yang memikirkan detail sehingga akan muncul pertanyaan – pertanyaan “apakah siswa memiliki ketahanan ketika 8 jam pelajaran di depan perangkat digital ?” “adakah perbedaan ketika di ruang kelas dan berinteraksi secara langsung dengan hanya bertatap muka secara online ?” dan pertanyaan – pertanyaan lain yang akan muncul, .. “bagaimana apabila ketika mengikuti pelajaran online siswa bosan ? “ dan bisa jadi jumlah jam pelajaran online akan sangat berbeda dengan jam pelajaran offline atau bertatap muka langsung. Oleh karena itu, sekolah harus menyusun jadwal yang sekiranya memungkinkan sebagai pengganti offline dan menyusun jadwal juga membutuhkan energi dan strategi.. O iya … tantangan terbesar adalah kayaknya di pembelajaran online untuk paud, taman kanak – kanak dan lower grade hmm mungkin dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 SD .. maybe hehe 😀 .
  3. Ketika menyusun Silabus Pembelajaran, Rencana pembelajaran (jadi inget jamannya jadi guru #eeh) di awal tahun pembelajaran perlu presentasi kan di depan kepala sekolah dan jajaran nya, bahkan mungkin sampai dengan jajaran di atasnya sehingga pembelajaran tidak terlepas dari tujuan dan maksud sekolah dalam mendidik siswa… Nah,.. dengan pembelajaran online ini, perlu dipresentasikan ? .. perlu dong,.. Agar tidak terlepas juga tujuan dari sekolah untuk siswa – siswanya. Nah lo .. udah nyusun ulang metode pembelajaran, menyusun ulang materi pembelajaran, trus harus dipertanggungjawabkan ke sekolah.. Kalau tidak di approve ya susun lagi sob … aseeek… guru bobok nya kapan yak dengan masa – masa seperti ini. xixixi
5 point itu hasil kira – kira apa yang di lakukan oleh sekolah khususnya para guru dalam menghadapi salah satu efek dari hadirnya corona di tengah – tengah kita ini.. Mohon maaf kalau semisal salah dalam saya menduga – duga dan berhipotesa, mohon di bantu guru – guru atau sekolah apabila ada hal yang kurang dan perlu di tambahkan #eeh 😀
Dampaknya luar biasa si corona ini,.. Naah 5 point itu masih dalam persiapan sob , belum pada pelaksanaan pembelajaran online nya.
Mari kita menduga – duga lagi kira – kira apa aja yang terjadi di pelaksanaan nya :

  1. Sudah di ajarin neh bagaimana cara menggunakan nya.. Ternyata ada kendala pada koneksi di sisi siswa, sehingga respon mungkin telat ketika ngajarin menggunakan platform. Akibatnya delay dalam memberikan tutorial penggunaan platform, ini baru dalam menggunakan platform belum pada pembelajarannya.
  2. Problem quota inet neh … secara video streaming ya, pasti membutuhkan quota yang relatif lebih besar, ini diluar kalau adanya promo dari provider ya,.. Biasanya promo dari provider hanya untuk aplikasi tertentu padahal aplikasi yang di promokan tidak di gunakan.
  3. Masalah sinyal,.. Kemungkinan tidak semua guru dan rumah siswa tidak terlalu “ramah” dengan sinyal provider, ini bisa menjadi kendala yang cukup signifikan. Guru mungkin bisa datang ke sekolah, memanfaatkan koneksi yang sekolah sediakan, inipun kalau sekolah memiliki koneksi yang “mumpuni” juga 🙂 .
Yang saya duga 3 hal problem utama sih .. terlepas dari masalah skill online (gaptek) disisi guru dan orang tua yang mendampingi di rumah ya sob .. ini memang benar – benar di push untuk bersinergi dengan pembelajaran di masa SFH (School From Home) ini.
Masa ini benar – benar menjadi peringatan yang luar biasa. Masa di mana pembelajaran sepertinya tidak full , namun kalau kita telaah di atas.. Persiapan sekolah dalam pembelajaran online menjadi catatan yang patut untuk di perhitungkan, lebih karena mungkin dari sisi orang tua merasa keberatan dengan pembayaran uang sekolah yang full karena merasa anaknya ndak sekolah, kalaupun sekolah ya tidak full 8 jam pelajaran, itu yang muncul di alasan pertama. Alasan kedua biasanya untuk orang tua yang berusaha sendiri atau wiraswasta pasti juga akan terdampak akan hasil pendapatan nya, sehingga berharap pendidikan anaknya yang perlu di hemat dengan meminta keringanan uang sekolah, masuk akal sih … namun kira – kira ada ndak ya yang bisa di hemat selain untuk pendidikan anak ? hmmm … makan kali ya.. atau dikurangi belanja online nya kali ya .. atau hal lain bisa berhemat. #imho
Di sisi sekolah, mungkin merasa bahwa sekolah dan para guru berusaha lebih dengan mengeluarkan energi lebih untuk mempersiapkan pembelajaran online nya, bagaimana tetap menarik dengan pembelajaran online dengan metode yang disesuaikan tanpa mengabaikan tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Dari berbagai hal yang disebutkan di atas, apa aja ya kira – kira blessing point nya #hipotesalagi :

  1. Guru yang tidak terbiasa dengan tools online menjadi terpacu dan tersadar bahwa inet bisa di gunakan untuk hal – hal yang lebih berfaedah bukan cuma untuk nge game aja hehehe … seperti banyak lho yang mungkin ndak tau google form, google hangout, google meet bahkan google classroom atau tools yang lain.
  2. Orang tua tersadarkan bahwa begitu banyak kegunaan inet untuk pendidikan anak, bisa jadi guru memberikan referensi tools yang bisa di gunakan anak untuk belajar, bukan hanya di kasih hp nya trus di bukain youtube.. Hingga akhirnya ndak paham apa yang diakses anaknya.
  3. Sekolah juga terpacu untuk mencari alternatif pembelajaran, siapa tau akhirnya terpikirkan perlu adanya LMS (Learning Management System) , hingga ada ide untuk memanfaatkan lab komputer untuk pembelajaran mata pelajaran yang lain, tidak melulu hanya di pakai untuk pelajaran komputer saja.
  4. Sekolah, Guru dan orang tua menjadi sunguh – sungguh tim yang benar – benar bekerja sama dalam pendidikan anak.
Sekolah juga terpacu untuk mencari alternatif pembelajaran, siapa tau akhirnya terpikirkan perlu adanya LMS (Learning Management System) dan Sekolah, Guru dan orang tua menjadi sungguh – sungguh tim yang benar – benar bekerja sama dalam pendidikan anak.

O iya… untuk temen – temen guru yang pengen lebih tau lagi mengenai #teachfromhome akses di di SINI

Kalau ada temen – temen guru, sebagai orang tua, atau sekolah mau menambahi atau comment silahkan di bawah yaak .. ini hanya sebuah opini dan ulasan pribadi . Di masa saat ini, saat nya berSINERGI bukan saling menyakiti. #workfromhome #schoolfromhome #stayhealthy.

Demikian